Assalamu'alaikum,,, Salam Hormat

Terima kasih atas kunjungan anda ke blog saya. Semoga bermanfaat. Semua tulisan ini hasil saya pribadi, atau diambil dari tulisan lain yang tercantum pada rujukannya. Bila mengutip baik secara langsung maupun tidak, sebagian atau keseluruhan, diharapkan Mencantumkan sumber tulisan dan penulisnya pada daftar pustaka/catatan kaki sebagai bahan rujukannya.
atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih

Jumat, 18 Juni 2010

Pesan Moral dalam Tradisi Lisan Syair “Gundul-gundul Pacul”

Gundul-gundul pacul
Gembelengan…
Nyungi-nyunggi wakul
Gembelengan....
Wakul ngglimpang
Segane dadi sak ratan…

Teks di atas merupakan syair tembang bocah yang sudah sangat akrab dengan telinga kita. Namun makna apa yang bisa dipetik atau pesan moral seperti apa yang hendak disampaikan melalui syair tembang tersebut belum semua orang paham. Padahal jika dicermati, dalam syair tembang tersebut memuat pesan moral yang baik dan relevan dengan perkembangan jaman.

Penyampaian pesan melalui syair tembang bocah diharapkan bisa memberi pendidikan moral yang baik kepada anak-cucu sejak usia dini. Hal tersebut merupakan metode pembelajaran yang mudah dan menyenangkan bagi anak-anak.

Secara harfiah, gundul adalah kepala yang tidak ditumbuhi rambut. Dalam tembang bocah di atas mengandung pengertian orang yang belum memiliki kecerdasan intelektual maupun kecerdasan spiritual yang memadai. Sementara pacul merupakan kependekan dari ”sing papat ucul”. Maksudnya empat nafsu yang melekat pada diri manusia. Nyunggi wakul merupakan simbolisasi pertanggungjawaban terhadap adanya kesadaran hidup pada dirinya (pengaturan laku batin dan rasa dari seseorang).

Secara keseluruhan, syair tembang bocah di atas memiliki makna bahwa orang yang tidak memiliki kecerdasan intelektual maupun spiritual yang memadai cenderung tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya. Sehingga ketika diberi tanggungjawab akan berhenti di tengah jalan (wakul ngglimpang/tumpah) dan berantakan (segane dadi sak ratan) tidak sampai pada tujuan. Orang yang belum bisa mengendalikan hidup (mawas diri), cenderung bertindak sesuka hati tanpa mempertimbangkan resiko dari tindakannya yang mungkin akibatnya bisa merugikan banyak orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar