Assalamu'alaikum,,, Salam Hormat

Terima kasih atas kunjungan anda ke blog saya. Semoga bermanfaat. Semua tulisan ini hasil saya pribadi, atau diambil dari tulisan lain yang tercantum pada rujukannya. Bila mengutip baik secara langsung maupun tidak, sebagian atau keseluruhan, diharapkan Mencantumkan sumber tulisan dan penulisnya pada daftar pustaka/catatan kaki sebagai bahan rujukannya.
atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih

Jumat, 02 November 2012

Apa Kabar Pendidikan Indonesia?


Apa Kabar Pendidikan Indonesia?
Oleh: Innas Rizky Afria
           
Pendidikan yang maju dan berkualitas merupakan harapan setiap bangsa. Keberhasilan pendidikan tentu salah satunya ditandai dengan sumber daya manusia yang “berkualitas” pula. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang berusaha mewujudkan impian tentang pendidikan berkualitas. Namun nyatanya ukuran keberhasilan pendidikan bukan diukur berdasarkan kemampuannya untuk melindungi guru serta peserta didik, melainkan ukuran akumulasi laba yang didapat dari proses pendidikan. Pendidikan telah dijadikan komoditas yang menjanjikan bagi para penguasa. Bagaimana dengan nasib rakyat kecil yang tak mampu menempuh pendidikan? Bukankah negara memiliki kewajiban memberikan pendidikan pada setiap warga negara?
            Saat ini, pendidikan mendapat jatah sebesar 20% dari APBN. Namun, janggal sekali ketika masih banyak institusi pendidikan yang kondisi fisiknya sama sekali tak layak pakai. Bangunannya rapuh, bocor ketika hujan, bahkan ada yang roboh, itu terlihat sangat tidak pantas jika disebut sebagai sekolah. Jika jatah 20% persen itu digunakan sesuai ketentuan, maka setidaknya gedung-gedung sekolah yang tak layak pakai dapat diperbaiki. Setelah ditelisik lebih jauh, ternyata dari 20% anggaran untuk pendidikan hanya sekitar 5-6% saja yang digunakan untuk pendidikan. Tak heran bahwa banyak orang yang tidak sekolah dikarenakan masalah ekonomi. Orang-orang miskin lebih memilih untuk mencari uang demi bertahan hidup daripada mengenyam pendidikan. Untuk makan saja susah, apalagi bayar sekolah yang membuthkan biaya tidak sedikit. Sekolah membutuhkan banyak biaya untuk membeli seragam, memebeli buku, perlengkapan sekolah seperti tas dan sepatu, belum lagi pungutan-pungutan dari sekolah seperti SPP, uang gedung, uang buku, iuran OSIS, dan berbagai macam pungutan lainnya. Pemerintah heboh berkoar-koar sekolah gratis, nyatanya?
            Rakyat kecil semakin tersiksa dengan semakin terlihatnya kesenjangan sosial antara orang yang berpendidikan dan tidak berpendidikan. Mereka sebagai kaum marginal hanya pasrah dengan nasib mereka yang memang tidak bisa sekolah. Tidak sekolah bukan merupakan keinginan mereka, namun kondisilah yang memaksa mereka untuk tidak mengenyam bangku sekolah. Tak ada peluang sama sekali bagi mereka untuk meraskan bagaimana duduk dibangku sekolah, apalagi bangku perkuliahan. Sekolah hanya bisa dinikmati oleh masyarakat kalangan menengah keatas. Pun jika menginginkan sekolah yang bagus, harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Banyak orang yang rela bekerja siang malam, banting tulang agar bisa membiayai sekolah anaknya. Mereka berharap agar anaknya kelak dapat merubah nasib mereka menjadi lebih baik. Padahal kenyataannya sekolah tidak menjamin seseorang berhasil dan sukses.

Paradoks Pendidikan
Dari tahun ke tahun jumlah pengangguran di Indonesia meningkat. Kualitas SDM pun perlu dipertanyakan. Output yang dihasilkan belum tentu sesuai dengan yang diharapkan, output pendidikan hanya dicetak sebagai pekerja bukan sebagai pencipta lapangan kerja yang diharapkan dapat mengentaskan kemiskinan di negeri ini. Pendidikan mencetak manusia siap kerja namun tak siap menjadi manusia. Pendidikan seharusnya menjadikan manusia-manusia yang mampu memanusiakan dirinya sendiri dan orang lain. Namun terkadang justru sebaliknya, orang yang merasa dirinya berpendidikan malah menindas orang yang tidak berpendidikan. Lihat saja para pejabat pemerintah yang notabene merupakan kaum intelektual, apakah mereka bersedia mengorbankan sedikit saja tenaganya untuk melakukan sesuatu demi rakyat kecil? Memperjuangkan nasib generasi penerus bangsa?
            Proyek pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah hanya merupakan ajang bisnis permainan politik semata. Uang negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat justru menjadi rebutan para koruptor. Setiap proyek yang dilakukan oleh pemerintah, selalu tersandung kasus yang sama, yaitu masalah manipulasi dana. Dalam sektor pendidikan pun tak jauh beda. Dana yang dianggarkan untuk kompensasi pendidikan nyatanya dikorupsi oleh pejabat pemerintah. Pendidikan hanya dijadikan sebagai komoditi yang menjanjikan. Pendidikan dijadikan alasan untuk mengeluarkan uang negara secara berlebih. Budaya korup inilah yang pada akhirnya juga menjamur dalam sektor pendidikan.
Budaya korup juga terjadi dalam proses pendidikan, misalnya kecurangan dalam pelaksanaan ujian. Seperti pada kasus Ujian Nasional yang belum lama ini diselenggarakan, demi mencapai suatu kelulusan, baik pihak sekolah maupun murid berlaku curang, entah dengan cara membuat contekan, mencari bocoran soal, dan lain sebagainya. Walaupun tidak semua melakukan kecurangan seperti itu, namun hal ini cukup mencerminkan bahwa pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Dimana letak pendidikan moral dan etika bangsa Indonesia?

Peran Guru
            Kesejahteraan guru juga merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena hal ini berdampak pada motivasi dan kinerja para pengajar. Pemerintah seharusnya mengadakan pelatihan dan pembinaan terhadap guru secara berkala, terutama di daerah terpencil dengan maksud agar para pengajar selalu dapat mengikuti perkembangan IPTEK yang semakin pesat. Namun melihat kondisi saat ini, masih banyak tenaga pengajar yang kapasitas SDM nya rendah, sehingga mereka saklek dalam mentransformasikan ilmunya, yaitu hanya sekedar mengajarkan tanpa memberikan pemahaman yang mendalam dan tanpa memberikan pendidikan.
Saat ini banyak guru yang tidak bisa lagi digugu dan ditiru, padahal guru bukan hanya sebagai tenaga pengajar, tetapi seharusnya dapat mengajarkan sekaligus mendidik anak bangsa supaya dapat menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas dan bermoral yang nantinya mampu merevolusi kondisi bangsa yang sudah tak karuan seperti saat ini. Kenyataan saat ini guru hanya mampu mentransformasikan ilmu dari buku-buku ajar sesuai kurikulum. Semboyan ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tutwuri handhayani seharusnya dapat dijadikan pegangan bagi orang-orang yang mengaku sebagai guru.
Ternyata bukan perkara mudah membenahi situasi dan kondisi pendidikan bangsa yang cukup membuat rakyatnya tersiksa. Namun bukan hal yang tidak mungkin pula jika dalam memikirkan masalah ini menggunakan hati nurani dan akal sehat serta ada kepedulian dari berbagai pihak akan mampu menyelesaikannya. Begitu kompleks persoalan yang menyelimuti pendidikan di negeri ini, semuanya saling berkaitan. Setiap stakeholders memiliki andil dalam menentukan arah pendidikan dan kemajuan bangsa ini. Saatnya kita sebagai bangsa yang mengaku hidup dalam negara kesatuan mau bersatu dalam membenahi setiap kemelut, keterpurukan, kehancuran, dan krisis multidimensi.

Innas Rizky Afria, Mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto