Oleh: Bambang Wibiono, S.I.P
Fenomenologi dan Hermeneutika
Hermeneutika menunjuk pada interpretasi tekstual dan
masih banyak yang menggunakannya untuk kepentingan tersebut, namun, bagi banyak orang,
hermeneutika telah menjadi hampir sama dengan interprestasi itu sendiri.
Fenomenologi yang dikemukakan oleh Stanley Deetz, adalah studi mengenai pengetahuan
yang muncul dalam pengalaman yang diperoleh secara sadar.
Sedangkan fenomenologi adalah studi mengenai bagaimana manusia
mengalami kehidupan di dunia. Studi ini melihat objek dan peristiwa dari perspektif
orang yang mengalami. Realitas dalam fenomenologi merupakan bagian dari pengalaman
sadar seseorang. Stanley Deetz mengemukaan tiga prinsip fenomenologi:
1. Pengetahuan haruslah sadar,
2. makna diberikan atas dasar potensinya bagi tindakan
seseorang,
3. bahasa merupakan perantara bagi munculnya makna.
Hermeneutika awalnya diperkenalkan oleh Friedrich
Schleiermacher, namun Edmund Husserl disebut sebagai bapak fenomenologi karena berkarya
sepanjang paruh pertama abad 20. Hermeneutika dalam pengertian ini adalah studi mengenai pemahaman (the study of
understanding), terutama dengan meninterprestasikan tindakan dan teks. Secara
umum, hermeneutika terbagi menjadi tiga kelompok utama:
- hermeneutika sebagai alat utk menginterprestasikan tindakan dalam konteks
- hermeneutika untuk memahami teks terlepas dari konteks dimana teks tsb diciptakan dan dikonsumsi,
- hermeneutika yang mempelajari persoalan2 pemahaman itu sendiri.
Bagian dimana hermeneutika dan fenomenologi sepakat
adalah bahwa interprestasi merupakan suatu proses tak terpisahkan dari bahasa. Karena
kategori-kategoti linguistik merupakan bagian terpenting dari setiap pemahaman, yang pada
gilirannya membentuk realita bagi kita.
Teori-Teori Interpretasi
Teori interprestasi mengasumsikan bahwa makna dapat berarti
lebih dari apa yang dijelaskan oleh pelaku. Dengan demikian, interprestasi
adalah suatu tindakan kreatif dalam mengungkap kemungkinan-kemungkinan makna. Alfred
Schuzt mengemukakan bahwa orang melakukan interprestasi sosial dalam
kehidupannya. Ketika orang bertindak dalam kehidupan sehari-harinya, mereka membuat
tiga asumsi dasar:
- Mereka berasumsi bahwa realitas dan struktur kehidupan adalah konstan, yaitu bahwa kehidupan akan tetap tampak seperti semula.
- Mereka beranggapan bahwa pengalaman mereka terhadap kehidupan adalah valid, sehingga orang menganggap bahwa persepsi mereka terhadap peristiwa adalah akurat.
- Orang melihat dirinya sebagai memiliki kekuatan untuk bertindak dan mencapai sesuatu dan mempengaruhi kehidupan.
Paul Ricoeur menggunakan hermeneutika dan
fenomenologi untuk menjelaskan teori interprestasi tekstualnya. Ricoeur
mengemukakan bahwa percakapan, sebagai produk dari ujaran, dapat dipahami secara
linguistik yaitu dengan menganalisis kata, atau secara personal yaitu dengan
menemukan makna dari pembicara itu sendiri atas apa yang dikatakannya. Karena
kata memiliki banyak makna (polysemy), maka percakapan menuntut interprestasi.
Sementara itu, prinsip utama teori Gadamer adalah bahwa orang selalu
memahami pengalaman dari perpektif praduga. Tradisi memberi kita cara untuk
memahami sesuatu, dan kita tidak dapat memisahkan diri dari tradisi tersebut.
Pengamatan, penalaran, dan pemahaman tidak akan pernah objektif murni; semuanya
akan diwarnai oleh sejarah dan komunitas. Lebih lanjut, sejarah tidak boleh
dipisahkan dari keadaan saat ini. Kita selalu merupakan bagian yang simultan
dari masa lalu, masa kini, dan antisipasi masa mendatang. Dengan kata lain, masa
lalu berada dalam diri kita sekarang di masa kini dan mempengaruhi konsepsi
kita terhadap masa mendatang. Pada saat yang sama, perhatian kita pada realitas
masa kini mempengaruhi bagaimana pandangan kita terhadap masa lalu. Kita tidak dapat
eksis di luar suatu tradisi historis.
Teori-Teori Feminis dan “Muted Group”
Teori Feminis dimulai dengan asumsi bahwa gender adalah
kategori yang luas untuk memahami pengalaman manusia. Gender adalah suatu
konstruksi sosial yang--meskipun perlu--telah didominasi oleh laki-laki dan
menindas perempuan. Teori ini ditujukan untuk menantang asumsi-asumsi gender yang
berlaku luas dalam masyarakat dan untuk mencapai cara-cara yang membebaskan
perempuan dan laki-laki untuk eksis di dunia.
Ardener melalui “muted group theory” melanjutkan
perspektif feminis dengan mengemukakan bahwa bahasa dari suatu budaya memiliki
bias laki-laki yang melekat di dalamnya, yaitu bahwa laki-laki menciptakan makna
bagi suatu kelompok, dan bahwa suara perempuan ditindas atau dibungkam.
Perempuan yang dibungkam ini, dalam pengamatan Ardener, membawa kepada
ketidakmampuan perempuan untuk dengan lantang mengekspresikan dirinya dalam dunia
yang didominasi laki-laki.
Teori-Teori Komunikasi Kritis
Teoritas kritis menganggap bahwa pengalaman manusia tidak
terpisahkan dari percakapan dan teks yang tertanam di dalamnya. Pengalaman itu
sendiri adalah bahasa. Bahasa dari budaya kita menentukan pengalaman kita dan
menciptakan suatu biasa atau cara untuk memahami.
Teks memang berbicara kepada kita, tetapi kita selalu membaca teks dari sudut pandang
lingkungan historis di mana kita hidup dan berpikir.
Seringkali lingkungan tersebut terdiri dari kekuatan-kekuatan yang
menghancurkan dan menindas manusia. Bentuk-bentuk bahasa yang dominan dan media
komunikasi dapat mencegah kelompok tertentu dari partisipasi dalam struktur-struktur kendali masyarakat. Dalam masa kita sekarang ini, beberapa orang beranggapan,
penindasan ini dapat dilihat dalam struktur ekonomi, media komunikasi, dan
hubungan gender.
5 komentar:
bisa kasih contoh tentang teori komunikasi interpretatif dan teori kritis nya ga ? masi kurang begitu ngerti .. trus bedanya interpretatif dan interpretasi itu apa ?
assalammualaikum...
terima kasih mas atas postingannya..
intrepretatif sama interpretasi itu sama saja. hanya makna bahsa saja yang beda. klo interpretatif itu kan berarti "bersifat interpretasi".
elvin melayu: wa'alaikumsalam.. terima kasih juga atas kunjungannya di blog ini
Apa contoh dari teori krtis dan interpretatif?
Mas, ada sumbernya tentang teori interpretatif
Posting Komentar