Assalamu'alaikum,,, Salam Hormat

Terima kasih atas kunjungan anda ke blog saya. Semoga bermanfaat. Semua tulisan ini hasil saya pribadi, atau diambil dari tulisan lain yang tercantum pada rujukannya. Bila mengutip baik secara langsung maupun tidak, sebagian atau keseluruhan, diharapkan Mencantumkan sumber tulisan dan penulisnya pada daftar pustaka/catatan kaki sebagai bahan rujukannya.
atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih

Selasa, 11 Juni 2013

Pilkada Langsung Tidak Sesuai Pancasila

Mulai bulan Juni tahun 2013 ini berbagai daerah di Indonesia akan menggelar pilkada. Pada 1 Juni ini pula kelahiran Pancasila diperingati. Artinya, bahwa ada momen yang tepat untuk ‘mengembalikan’ Pancasila ke tengah kehidupan bangsa dan negara.
Kegiatan kampanye pilkada dilakukan sekaligus dalam rangka memperingati hari kelahiran Pancasila dalam bentuk tindak nyata. Selama kampanye, calon kepala daerah beserta timnya harus mengkampanyekan nilai-nilai Pancasila untuk dihayati dan diamalkan kembali dalam kehidupan sehari-hari.
Isi Pancasila tidak perlu diragukan lagi. Konsep-konsep hidup yang demokratis ada di dalam Pancasila, serta merupakan sari pati nilai-nilai luhur nenek moyang kita. Nilai-nilai mulai dari masalah hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, manusia dengan tanah air, kesejahteraan, demokrasi, dan sebagainya. Ke semua hal tersebut tercakup dalam sila ketuhanan YME, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila merupakan konsep yang telah final. Selanjutnya tinggal bagaimana pengamalan dari nilai-nilai tersebut dalam kehidupan nyata. Nilai-nilai Pancasila mudah sebenarnya mudah diamalkan, karena nilai pancasila tersebut digali dari kultur bangsa kita sendiri. Sehingga tidak ada alasan lagi untuk menolak pancasila, kalau memang mencintai bangsa dan negara Indonesia.
Mengkampanyekan Pancasila sangat penting dan mendesak dilakukan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat yang telah kehilangan pandangan hidupnya. Untuk itu, dalam platform politik yang akan dikampanyekan oleh pasangan calon kepala daerah perlu ditinjau kembali. Sudahkah mereka mengangkat nilai-nilai Pancasila untuk dikembalikan lagi ke tengah kehidupan bangsa dan negara ? Nilai-nilai pancasila itu sebenarnya merupakan kehidupan demokrasi yang telah dicita-citakan oleh pendahulu kita. Kita akan menjadi bangsa yang kuat dengan memiliki konsep kehidupan demokrasi yang berakar dari nilai-nilai kultur bangsa sendiri.
Musyawarah untuk Mufakat
Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri Djohermansjah Djohan mengatakan peraturan perundang-undangan Pemilu yang saat ini digunakan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45. “Pengaturan undang-undang tentang Pemilu sudah melenceng dari amanat konstitusi yakni Sila keempat dari Pancasila yakni “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijakansanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Artinya harus mengutamakan musyawarah mufakat,” kata Djohermansjah Djohan. Selain dinilai melenceng jauh dari konstitusi, menurut Dirjen Otda, penyelenggaraan Pemilu bahkan melebihi demokrasi di Amerika Serikat (AS).
Pilkada langsung adalah  sebuah cara yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Indonesia memiliki nilai dan cara hidup tersendiri yang berbeda dengan cara yang dijalankan oleh bangsa-bangsa  lain.  Cara yang telah dijalankan selama berabad-abad di negeri ini. Namun kini cara hidup itu telah ditinggalkan oleh anak bangsa ini dan memuja cara-cara hidup yang dibawa oleh bangsa lain. Demokrasi liberal yang diadopsi Indonesia saat ini telah membuat banyak anak-anak negeri ini tidak terwakili.  Karena demokrasi jenis ini hanya milik mereka yang memiliki akses luas dan bermodal  banyak.  Sebuah  cara hidup berbangsa  yang telah meninggalkan ideologi Pancasila sebagai pedoman.  Karena Pancasila memegang prinsip  hikmah- kebijaksaan dan musyawarah-perwakilan sebagai nilai luhur yang digali dari negeri  kita sendiri.
Pilkada  selama ini memiliki banyak cacat dan mudhorat, baik untuk mereka yang terlibat dalam kompetisi itu maupun untuk masyarakat.  Dengan ongkos financial dan sosial yang tinggi perhelatan bernama Pilkada itu jarang mendapatkan pemimpin  yang berkualitas. Sebaliknya kisah tentang kepala daerah yang ditangkap karena korupsi tak lama setelah terpilih hampir setiap hari muncul di koran-koran dan layar televisi.  Bisa dimaklumi, mereka harus segera melunasi utang dan pinjaman yang dipakai untuk membiayai pencalonannya.  Maka korupsi adalah jalan pintas untuk mendapatkan uang mudah itu. Maka tak heran jika kemudian banyak yang kecewa dengan pemimpin yang dipilihnya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar