Assalamu'alaikum,,, Salam Hormat

Terima kasih atas kunjungan anda ke blog saya. Semoga bermanfaat. Semua tulisan ini hasil saya pribadi, atau diambil dari tulisan lain yang tercantum pada rujukannya. Bila mengutip baik secara langsung maupun tidak, sebagian atau keseluruhan, diharapkan Mencantumkan sumber tulisan dan penulisnya pada daftar pustaka/catatan kaki sebagai bahan rujukannya.
atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih

Minggu, 08 Januari 2012

Keraton dan Simbol Kekuasaan


 oleh: Bambang Wibiono

Keraton adalah daerah tempat seorang penguasa (raja atau ratu) memerintah atau tempat tinggalnya (istana). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keraton berarti tempat kediaman ratu atau raja; istana raja; kerajaan. Dalam pengertian sehari-hari, keraton sering merujuk pada istana penguasa di Jawa. Dalam bahasa Jawa, kata kraton berasal dari kata dasar ratu yang berarti penguasa. Kata Jawa ratu berkerabat dengan kata dalam bahasa melayu; datuk/datu. Masyarakat keraton pada umumnya memiliki gelar kebangsawanan.

Istilah keraton berasal dari kata ka-ratu-an (keraton), maksudnya adalah tempat bersemayam bagi ratu. Di samping keraton, ada istilah kadaton yang sering juga digunakan untuk menyebut pengertian yang sama. Istilah kadaton berasal dari kata ka-dhatu-an, maksudnya adalah tempat bersemayam bagi para dhatu. Ada pula yang menyatakan bahwa keraton berasal dari bahasa Sansekerta, kratu yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, arti keraton di samping sebagai tempat bersemayam para ratu atau raja juga diartikan sebagai sumber/tempat kebijaksanaan. Sumber yang dimaksud adalah raja. Oleh karena itu pula, keraton pada zaman dulu diakui sebagai tempat tinggal ratu dan memiliki fungsi sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan.
Keraton dapat juga disebut kadaton, yang dalam bahasa Indonesia disebut juga istana. Jadi keraton ialah sebuah istana, tetapi istana bukanlah keraton. Keraton ialah sebuah istana yang mengandung arti keagamaan, arti filsafat, dan arti kultural (kebudayaan) .
Sama seperti rumah, keraton atau istana terdiri atas beberapa bagian bangunan atau tempat yang mempunyai fungsi berbeda-beda. Di samping itu, ditinjau dari keseluruhan bangunan/tempat di dalam keraton, semuanya mengandung arti kefilsafatan, kebudayaan, dan keagamaan. Istilah keraton sering pula diidentikkan dengan pengertian negara. Ada juga yang mengartikan bahwa keraton adalah bangunan yang berpagar dan berparit keliling sebagai pusat kerajaan, tempat bersemayam raja-raja dengan kerabat atau keluarganya.

Keraton dianggap pusat mistis dan badan spiritual kesultanan yang berperan sebagai wadah untuk mewujudkan esensi ilahiyah yang diwakili oleh Sultan. Karena alasan itu, keraton memainkan peran yang demikian penting dalam kehidupan negara Jawa. Milik keraton dimaknai lebih dari penguasaan terhadap kawasan, penduduk dan sumber-sumber ekonomi, sosial maupun budaya. Ini dianggap sebagai karunia yang menandai legitimasinya. Jadi, lebih dari faktor apa pun, keratonlah yang membedakan seorang raja dengan pangeran-pangeran penguasa daerah atau tokoh-tokoh pemberontak.
Keberadaan keraton dalam suatu kerajaan memegang peranan penting karena keraton merupakan bangunan inti suatu kerajaan yang berfungsi ganda, yaitu sebagai pusat kerajaan sekaligus sebagai pusat kota. Selain itu, sesuai dengan pandangan kosmologis dan religius-magis, keraton dianggap pula sebagai pusat kekuatan gaib yang berpengaruh pada seluruh kehidupan masyarakat.

Seperti yang telah dijelaskan oleh Ari Dwipayana (dalam Manggeng, 2004),  keraton merupakan salah satu sumber kekuasaan raja. Istana atau keraton merupakan kesatuan yang integral dengan bangsawan kerajaan. Artinya istana memberikan makna politis yang sangat besar bagi seorang bangsawan atau pemimpin.

Menurut Behrend (dalam Permana, 2004),  keraton juga dipandang sebagai lambang kekuasaan raja dan merupakan tiruan (replika) alam semesta. Dengan demikian, apabila raja dianggap sebagai pribadi yang memusatkan kekuatan dan kekuasaannya, maka keraton merupakan institusi pendamping dalam proses pemusatan itu. Keraton tidak hanya dihayati sebagai pusat politik dan budaya, melainkan juga sebagai pusat keramat kerajaan.



Referensi

Dalam Mangeng, Marthen. 2004, “Kepemimpinan Tradisional: Antara Kenangan dan Impian”, INTIM, Jurnal STT Intim Makasar, edisi No. 7 Semester Ganjil 2004, hal. 42.
 
Permana, R. Cecep. 2004, “Kajian Arkeologi Mengenai Keraton Susrowan Banten Lama, Banten”, MAKARA, Sosial Humaniora, Volume 8 No. 3 Desember 2004, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Universitas Indonesia, Jakarta. Hal. 112.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar