Pemajuan
Hubungan Ekonomi Indonesia-Afrika*
Oleh:
Prof. Suprapto Martosetomo, Ph.D**
Afrika:
Potensi dan Perkembangan Ekonomi
Afrika sangat berpotensi dan
setara pentingnya dengan kawasan lain di dunia. Afrika dengan kekuatan
potensialnya merupakan benua masa depan yang menawarkan banyak peluang. Benua
Afrika dengan wilayah 30 juta kilometer persegi adalah rumah bagi 930 juta penduduk,
yang merupakan 14,72%dari penduduk dunia dan benua terpadat kedua di dunia
setelah Asia.
Afrika diprediksi memiliki masa
depan ekonomi yang optimis. Lembaga kajian Standar Charter memperkirakan
tingkat pertumbuhan Afrika akan mengalami ‘a
growth boom’ antara tahun 2011 dan 2030, dengan pertumbuhan rata-rata
sebesar 7%. Sementara lembaga kajian Mc. Kinsey Global Institute yang
memperkirakan bahwa pada tahun 2020 jumlah gabungan keseluruhan GDP
negara-negara Afrika akan mencapai US$ 2,6 trilyun, dengan jumlah belanja
konsumen mencapai US$ 1,4 trilyun. Majalah The Economist yang sepuluh tahun
lalu melabel Afrika sebagai ‘the hopeless
continent’ telah merubah pandangan tersebut sejalan dengan makin menguatnya
potensi ekonomi Afrika yang tercermin antara lain dengan rata-rata
produktivitas tenaga kerja 2,7% per tahun dan rata-rata penurunan inflasi 8%
per tahun.
Kekuatan Afrika yang didukung
oleh 56 negaranya merupakan kekuatan kelompok regional yang signifikan dan
menonjol di berbagai fora multilateral. Kelompok Afrika menduduki 55 kursi di
PBB atau 28% suara di PBB. Kekuatan ini dapat memanfaatkan kekuatannya tersebut
sebagai ‘bargaining power’ untuk
memajukan agenda yang sesuai dengan kepentingannya, seperti dicapainya 8 aksi
prioritas United Nations on Conference on
Least Developed Countries dan Economic
Cooperation for Africa di bawah kerangka UN-ECOSOC, maupun dalam isu
perubahan iklim di bawah kerangka UNCTAD, maupun isu keamanan pangan di bawah
FAO, negara-negara Afrika mampu menyuarakan kepentingan bersama mereka.
Kekuatan Afrika didorong
sepenuhnya oleh semangat persatuan dan integrasi kawasan yang kuat. Nosi
persatuan Afrika tersebut tumbuh ketika bangsa-bangsa Afrika yang baru merdeka
dan yang masih di bawah penjajahan asing bertemu di Bandung pada KAA 1955.
Menguatnya semangat regionalisme Afrika tersebut didorong oleh sentimen anti
kolonialisme dan solidaritas sebagai sesama bangsa yang terjajah. Diprakarsai
oleh para tokoh pejuang kemerdekaan seperti Nkrumah dari Ghana, Gamal Abdul
Naser dari Mesir dan Yulius Nyerere dari Tanzania, negara-negara Afrika yang
berhasil mendorong dikeluarkannya Resolusi Sidang Umum PBB Nomor 1514/1960
tentang Dekolonisasi telah berhasil mencapai kemerdekaan mereka.
Semangat solidaritas Afrika
tersebut melatarbelakangi pembentukan Organization
of African Union (OAU) pada tahun 1963 untuk memajukan kerjasama
pembangunan di Afrika. Para pemimpin Afrika pada KTT OAU tahun 2000 meluncurkan
kerangka kerjasama pembangunan yang disebut New
Economic Partership for Africa’c Development (NEPAD) untuk mengatasi
tantangan yang dihadapi Afrika, seperti kepercayaan masyarakat internasional
terhadap kemampuan Afrika.
NEPAD merupakan upaya Afrika
untuk menggapai kerjasama dengan berbagai negara di dunia. Afrika membuka dari
dan mengundang mitra yang potensial untuk kerjasama. Dengan mengusung NEPAD
ini, Afrika berhasil meningkatkan kepercayaan kalangan donor sebagaimana
tercermin dalam pertemuan-pertemuan tingkat tinggi GB yang selalu mengundang
para Pemimpin Afrika yang diberi mandat oleh Uni Afrika untuk memajukan NEPAD,
yaitu Afrika Selatan, Mesir, Nigeria, dan Senegal; dan munculnya usulan dari
berbagai negara untuk membentuk kerjasama pembangunan dengan Afrika. NEPAD
diakui telah berhasil mendorong perekonomian Afrika, yang pada tahun 2000
pertumbuhan ekonominya baru mencapai 3,1%, setelah adanya NEPAD pada tahun 2007
naik menjadi 6,1%.
Komitmen negara-negara Afrika
terhadap pemajuan kerjasama ekonomi dan pembangunan sangat tinggi.
Negara-negara di kawasan Sub-Afrika melalui wadah organisasi sub-regional
berupaya untuk mengharmoniskan berbagai peraturan di sektor perekonomian. Hal
ini diharapkan dapat memfasilitasi kegiatan investasi dan memacu perdagangan
antar negara di masing-masing sub-kawasan. Wadah organisasi sub-regional yaitu Southern African Development Community (SADC),
East African Economic and Monetary Union (UEMOA),
Economic and Monetary Community of
Central Africa (CEMAC), Economic
Community of Central African States (ECCAS), dan Intergovermmental Authority on Development (IGAD).
Sebagai hasilnya, secara
berangsur-angsur perekonomian sejumlah negara di kawasan Sub-Sahara Afrika
telah mengalami pertumbuhan positif. Organisasi-organisasi kerjasama ekonomi
sub-regional tersebut makin aktif dan berfungsi dalam upaya mendorong
pertumbuhan dan integrasi ekonomi negara-negara anggotanya untuk mengatasi
berbagai permasalahan ekonomi dan konflik politik dengan tujuan terwujudnya
integrasi Afrika yang sejahtera dan damai.
Dalam perkembangannya, negara-negara
Afrika yang mempunyai visi membentuk persatuan Afrika, pada KTT di Sirte, Libya
tahun 2002 mendeklarasikan perubahan OAU menjadi African Union (AU). Transformasi tersebut sangat besar artinya dan
menunjukkan komitmen kuat negara-negara Afrika untuk mewujudkan visi mereka
membentuk suatu Uni yang mereka nilai lebih tepat untuk menampung aspirasi dan
semangat persatuan Afrika yang bertumpu pada semangat solidaritas dengan visi
dan agenda yang lebih luas, dan membentuk kesatuan yang lebih besar, termasuk
wacana pembentukan mata uang tunggal Afrika pada tahun 2021. Agenda AU
difokuskan pada promosi perdamaian, keamanan, dan stabilitas yang merupakan
prasyarat untuk pelaksanaan pembangunan dan agenda integritas AU.
Pilar-pilar utama dari rumah
baru AU tersebut adalah Sekretariat Uni Afrika di Markas Besar AU di Addis
Ababa, Ethiopia; Majelis Para Kepala negara/Pemerintahan, Komisi AU yang
merupakan pilar eksekutif mempunyai 9 Komisi Portofolio, yaitu (1) Perdamaian
& Keamanan, (2) Politik, (3) Perdagangan & Industri, (4) Infrastruktur
& Energi, (5) Sosial, (6) Ekonomi Pedesaan & Pertanian, (7) SDM, (8)
Ilmu Pengetahuan & Teknologi, dan (9) Ekonomi. Sementara itu pilar
legislatifnya adalah Parlemen Afrika yang disebut Pan-Africa.
Selain itu, dengan negara-negara
mitranya dari non-kawasan Afrika, dibentuk pula African Development Bank (AFDB) yang sahamnya dimiliki oleh 53
negara anggota AU dan 24 negara non-kawasan. AFDB membantu AU dalam mewujudkan
agenda pembangunannya yang difokuskan pada pembangunan infrastruktur pendukung
seperti transportasi untuk memperkecil biaya produksi karena cukup banyak
negara-negara di Afrika yang land-locked,
akibatnya biaya transportasi mencapai 77% dari keseluruhan biaya produksi.
AFDB juga memprioritaskan program pembangunan dan pemberdayaan sektor swasta
melalui program privatisasi Badan Usaha Milik Negara dan pemerkuatan Usaha
Kecil dan menengah. Selain itu, AFDB juga membiayai program pemerintahan yang
baik dan integritas regional.
Indonesia-Afrika:
Prospek Pemajuan Kerjasama Ekonomi
Hubungan bangsa Indonesia dan
Afrika telah berlangsung sejak berabad-abad yang lalu, sekitar abad ke-7 sampai
abad ke-13, saat pelaut asal Indonesia mencapai beberapa negara di Benua Afrika
seperti Zanzibar, Madagaskar, Seychelles, Afrika Selatan (Kota Cape Town) dan
Ghana untuk berdagang rempah-rempah. Memasuki abad ke-20, hubungan ini terekam
sangat jelas. Dilatarbelakangi oleh sentimen dan solidaritas anti kolonialisme,
Indonesia pada tahun 1955 melalui penyelenggaraan KAA Bandung telah menanamkan
investasi politik yang sangat strategis di Afrika.
Pada tataran bilateral,
Indonesia terus secara berkesinambungan memelihara dan meningkatkan hubungan
dengan Afrika. Indonesia saat ini telah membuka hubungan diplomatik dengan 40
negara di Afrika dan telah memiliki perwakilan RI di 17 negara Afrika (11 di
Sub-Sahara Afrika dan 6 di Afrika Utara/Maghribi). Pada tataran multilateral,
Indonesia telah memprakarsai Kemitraan Strategis Baru Asia-Afrika (NAASP), yang
diharapkan dapat menjadi jembatan kerjasama antara kedua kawasan. Indonesia
dalam kurun waktu 2006-2011 telah
melaksanakan 26 program kerjasama di
bawah kerangka NAASP yang mayoritas ditujukan untuk pembangunan Afrika. Hal ini
secara tidak langsung semakin memperkuat mekanisme keterlibatan Indonesia
dengan Afrika secara kawasan dan menambahkan nilai bagi investasi politis
Indonesia di Afrika. Investasi politik tersebut harus, dan sudah saatnya, untuk
dipetik manfaatnya bagi kepentingan Indonesia di Afrika. Namun semua itu kembali
kepada Indonesia, kepada para pemangku kepentingan di Indonesia untuk secara
cerdas dan jeli melihat setiap peluang yang ditawarkan oleh Afrika.
Banyak pintu yang dapat dipilih
oleh Indonesia untuk masuk ke Afrika, termasuk di bidang investasi. Sebagai contoh,
meskipun masih terfokus pada ritel makanan, konstruksi, dan produk pengolahan
kulit, namun realisasi investasi pengusaha Afrika di Indonesia pada tahun 2010
tercatat USD 800 juta, sedangkan untuk tahun 2011 hingga kuartal pertama sudah
mencapai USD 121 juta.
Di bidang perdagangan, krisis
ekonomi yang menimpa AS dan Eropa dewasa ini sebagai dampak dari krisi keuangan
di kedua kawasan tersebut mengakibatkan penurunan ekspor dan kejenuhan pasar
tradisional Indonesia, dan menjadikan Afrika sebagai mitra dagang alternatif,
selain Timur Tengah. Pertumbuhan ekonomi di Afrika yang relatif stabil pada
kisaran 5,3% (2011) dan diproyeksikan 5,5% (2012) perlu dipandang sebagai
alasan yang cukup kuat bagi kita untuk tidak menunda lagi waktu untuk
melebarkan sayap bisnis ke Afrika.
Sebetulnya Indonesia saat ini
telah melakukan ekspor ke Afrika dengan nilai sebesar US$ 6 milyar di tahun
2010, meningkat US$ 4,7 milyar pada tahun 2009, dengan produk ekspor unggulan
seperti minyak kelapa sawit, produk kayu, bahan bangunan, produk pengolahan
kulit, mesin elektronik, produk plastik, produk makanan dan minuman, tekstil,
dan perabot rumah tangga. Namun demikian, produk ekspor Indonesia masih kalah
bersaing dibanding produk yang sama dari negara pesaing akibat biaya tinggi dan
adanya pengaturan ekspor-impor tersendiri antara negara anggota kerjasama
ekonomi kawasan dan negara persemakmuran. Sementara itu, masih minimnya nilai
ekspor Indonesia ke Afrika juga dipengaruhi oleh persaingan dari negara-negara
ASEAN lainnya seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam serta negara
Asia lainnya seperti Cina dan India, yang telah lebih dahulu memasuki pasar Afrika.
Untuk itu Indonesia dianggap
perlu lebih melihat Afrika sebagai emerging
marker untuk menawarkan peluang bagi produk-produk Indonesia, yaitu dengan
tersedianya potensi pasar yang besar, meningkatnya pembangunan dan
infrastruktur yang mendorong permintaan bahan bangunan. Keunggulan produk
negara berkembang seperti Indonesia atas negara maju di Afrika karena produk
Indonesia lebih murah dan lebih tepat guna. Sejalan dengan meningkatnya
pembangunan infrastruktur di Afrika, Indonesia juga perlu melirik Afrika
sebagai sumber peluang kerja bagi Tenaga Kerja Indonesia untuk sektor formal.
Untuk mendekati Afrika sebagai
kesatuan, diperlukan pendekatan Indonesia
incorporated di mana semua pemangku kepentingan baik publik maupun privat
bersinergi. Keberadaan Perwakilan RI di 17 negara Afrika termasuk perwakilan
dagang Indonesia (ITPC) di Afrika Selatan dan Nigeria dapat dimanfaatkan semua
pemangku kepentingan untuk meningkatkan kerjasama ekonomi di berbagai bidang.
Selain itu, Indonesia perlu pula
mempererat hubungan dan kerjasama ekonomi dengan memanfaatkan AU sebagai salah
satu pintu gerbang memasuki pasar Afrika. Langkah Indonesia untuk menjadi
peninjau di AU, sebagaimana disampaikan Menteri Luar Negeri RI usai
menandatangani Perjanjian Ekonomi dan Kerjasama Teknis dengan Menteri Luar
Negeri Ethiopia di New York pada 21 September 2011 silam merupakan salah satu
langkah strategis yang akan makin memperkokoh keeratan kerjasama Indonesia
dengan AU.
Jakarta,
15 Desember 2011
*makalah disampaikan dalam
Lokakarya “Perkembangan Uni Afrika dan
Prospeknya bagi Hubungan Indonesia-Afrika” yang diselenggarakan oleh
Kementerian Luar Negeri RI di Kampus Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
pada tanggal 19-21 Desember 2006.
** Penulis adalah Staf Ahli Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya Kementerian Luar Negeri
RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar