Assalamu'alaikum,,, Salam Hormat

Terima kasih atas kunjungan anda ke blog saya. Semoga bermanfaat. Semua tulisan ini hasil saya pribadi, atau diambil dari tulisan lain yang tercantum pada rujukannya. Bila mengutip baik secara langsung maupun tidak, sebagian atau keseluruhan, diharapkan Mencantumkan sumber tulisan dan penulisnya pada daftar pustaka/catatan kaki sebagai bahan rujukannya.
atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih

Jumat, 23 Juli 2010

Kelas Pekerja dan Negara di negara berkembang


Oleh: Bambang Wibiono


Dalam pengalaman industrialisasi di tiap-tiap negara akan berbeda-beda terhadap hubungan negara, modal, dan kelas pekerja. Kehadiran gerakan kelas pekerja akan memeberikan dampak tersendiri bagi proses pembangunan yang hendak dicapai oleh sebuah negara. Dan hal ini pun akan berdampak pula pada model kerangka sosial dan politik.

Saat ini pembangunan ekonomi sangat ditentukan sekali oleh kekuatan pasar. Pasar merupakan kekuatan yang tidak bisa dinafikan begitu saja. Pandangan ini terutama terpengaruh oleh pandangan ekonomi neoklasik. Berbagai teori digunakan untuk mencapai sebuah modernisasi dan pembangunan.

Lalu dimanakah posisi kelas pekerja dalam proses pembangunan dan modernisasi ?. Apakah keberadaan kelas pekerja mampu memberikan andil besar terhadap perkembangan modernisasi atau malah menghambat modernisasi atau pembangunan. Dimanakah peran pemerintah seharusnya dalam proses pembangunan. Apakah peran pemerintah harus mengadopsi konsep Laissez-faire yang perlunya lepas campur tangan pemerintah terhadap kegiatan ekonomi. Dan ekonomi akan dipercayakan pada pasar atau persaingan bebas. Itu semua adalah pertanyaan yang hendak dicari jawabannya dalam analisis bab ini. Dengan mengambil contoh kasus di Indonesia penulis hendak mencari tau bagaimana hubungan antara, negara, kelas pekerja, dan pemilik modal. Sebuah pendekatan struktural dan juga sedikit mengarah pada pandangan Marxian yang hendak digunakan oleh penulisnya dalam analisis ini. Dia melihat bagaimana peran negara dalam menciptakan hubungan indusrtrial, antara kelas pekerja, pemlik modal, dan negara itu sendiri dalam proses pembangunan dan modernisasi.

Dalam hal penggunaan demokrasi di sebuah negara, ternyata penerapan variasi demokrasi di sebuah negara pun turut menentukan arah perkembangan modernisasi dan pembangunan. Dalam pandangan demokrasi sosial, gerakan kaum pekerja yang bersifat persatuan/serikat dianggap bukan menjadi masalah besar dalam proses pembangunan. Suatu pendekatan bahwa dimana lebih menekankan bentuk wujud kekuatan kelas, peran negara, dan pemilihan waktu industrialisasi menentukan hasil politik dari industrialisasi, dan dapat menciptakan sebuah konteks di mana kelas pekerja dan pergerakan kelas pekerja itu muncul.

Sedangkan dalam pandangan demokrasi liberal seperti diungkapkan oleh Barrington Moore’s (1966), bahwa kaum borjuis memiliki peran penting dalam proses pembangunan demokrasi, sedangkan kehadiran kekuatan kelas pekerja yang didasarkan pada siapa yang berkuasa dalam eksploitasi kaum petani, dianggap menghambat ke arah pembangunan demokrasi.

Bagaimana dalam kasus Indonesia? Kenyataannya dalam kasus di Indonesia sistem perekonomian pemerintah lebih terkesan pro-liberalisme, sehingga sikap pemerintah menjadi ambigu. Kebijakan yang menyerahkan perekonomian kepada mekanisme pasar dapat berakibat melemahnya jaminan terhadap hak-hak tenaga kerja. Ketika negara meminimalisasi campur tangan dirinya hingga tingkat paling minimum dan mengandalkan mekanisme pasar untuk memenuhi kebutuhan publik maka negara lebih diarahkan sebagai regulator. Konsekuensinya perekonomian secara absolut dikuasai oleh segelintir kaum kapitalis (pemilik modal) termasuk dalam pengambilan kebijakan yang berpengaruh bagi tenaga kerjanya. Seperti diungkapkan oleh Coen Husain Pontoh (2003), bahwa pasar bebas secara alamiah cenderung menjadi tidak bebas, karena mereka menghasilkan perusahaan-perusahaan yang sangat sukses yang bertumbuh semakin besar hingga akhirnya menjadi monopoli, atau sejenisnya.

Dampak lain yang ditimbulkannya adalah struktur ekonomi mengalami konsentrasi distribusi aset tidak merata. Mekanisme pasar bebas berakibat pada gagalnya negara menjamin setiap warga negaranya. Termasuk dalam hal ini jaminan di bidang pekerjaan.

Ketika negara hanya mengandalkan mekasnisme pasar maka yang dimenangkan adalah para pemilik modal. Hal ini berakibat pada makin terjepitnya mereka yang lemah baik secara akses maupun dalam hal kepemilikan. Pasar bebas hanya akan menjadikan segelintir orang saja yang mampu menikmati kesejahteraan, dan keberadaan buruh akhirnya mampu dimonopoli oleh mereka yang mampu memberikan pekerjaan.

Keberadaan lapangan kerja yang terbatas dan jumlah angkatan kerja yang semakin meningkat makin menguatkan posisi pemilik modal. Sekedar gambaran, jumlah angkatan kerja pada Tahun 2005 mencapai 104,02 juta orang. Belum lagi angkatan kerja baru yang mencapai 2 – 2,5 juta, sementara jumlah pengangguran terbuka sebanyak 10,53 juta. Tambahan lapangan kerja diperkirakan hanya 1,5 juta. Itu apabila pertumbuhan ekonomi mencapai 5,5%.

Sebagaimana tertuang dalam konsideran UU No. 13 Tahun 2003 bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan usaha. Semangat yang terkandung di dalam UU No 13 Tahun 2003 adalah sebuah tugas terpenting bagi negara yang kembali ditegaskan di dalam Pasal 2 angka (4) sub (c) dan (d) dan Pasal 41 angka (1) dan (2) yaitu jaminan apakah peraturan tersebut dapat berfungsi dan sampai sejauh mana implementasi dari undang-undang tersebut demi tegaknya kesejahteraan buruh/pekerja bersama keluarganya sehingga pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan sangat penting untuk dilakukan demi terwujudnya tujuan masyarakat sejahtera.

Sejauh ini dalam implementasi dari UU tersebut di Indonesia lebih berpihak pada kaum pengusaha, itu terbukti banyaknya kesus tentang penetapan UMK/UMR (Upah Minimum Kabupaten/Upah Minimum Regional) yang dirasa tidak rasional dengan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Penetapan itu terkadang tidak mengikutsertakan serikat pekerja


Pustaka

Komnas HAM. 2005, Hak Atas Pekerja; Masalah Pengangguran dan Solusinya ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia, Cetakan ke 1, Komnas HAM, Jakarta.

Pontoh, Coen Husain. 2003, Akhir Globalisasi, dari Perdebatan Teori Menuju Gerakan Massa, C-Books, Jakarta.

Suara Pembaruan Daily, “Revisi UU Ketenagakerjaan Berpihak Pada Pengusaha” http://www.suarapembaruan.com/News/2006/03/23/Utama/ut01.htm

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar