Perdebatan RUU Peket Politik
Oleh: Bambang Wibiono*
Oleh: Bambang Wibiono*
Keluarnya draf revisi paket Undang-Undang Politik yang merupakan inisiatif pemerintah saat ini menuai kontrofersi. Dengan keluarnya UU Paket politik ini dirasa mengekanng proses demokrasi. Pemerintah terkesan takut akan hadirnya banyak Parpol. Dengan begitu RUU ini dibuat untuk mengkerucutkan jumlah Parpol yang ada dan mengekang lahirnya partai-partai baru. Pengerucutan itu terlihat dari peningkatan electoral thereshold dari 3% menjadi 5% perolehan suara dalam Pemilu 2009 untuk bisa ikut dalam Pemilu 2014.
Masalah yang lain adalah harus adanya deposit dana sebesar 5 miliar bagi pambentukan Parpol. Ini sangat tidak realistis bagi sebuah Partai baru terlebih bagi yang akan lahir. Apalagi sayarat untuk lolos Pemilu 2014 yang mengharuskan deposit dana 10 miliar. Dari mana dana sebesar itu bagi partai yang baru lahir. Mungkin pada dasarnya pemerintah bermaksud untuk menekan angka kecurangan dalam proses Pemilu maupun untuk menekan angka korupsi di kalangan pemerintahan. Baik legislatif, maupun eksekutif. Dana sebesar itu diperuntukkan dalam proses Pemilu. Sehingga kelak ketika calon dari Parpol tersebut terpilih tidak melakukan tindak korupsi dengan alasan untuk menutupi biaya yang dikeluarkan Parpol maupun pribadi selama kampanye.
Jika alasan semua ini dimaksudkan untuk menstabilkan jalannya roda pemerintahan yang selama ini dirasa kurang mendukung terciptanya pemerintahan yang stabil hal itu bisa dibenarkan. Dengan hadirnya banyak partai, kinerja pemerintah seolah terhambat karena begitu banyaknya friksi dalam tubuh pemerintah sendiri. Sehingga itu berdampak pemerintah tidak dapat mengambil kebijakan dengan cepat terkait dengan masalah yang sedang terjadi dan yang sangat membutuhkan penanganan dengan cepat.
Begitu banyaknya pertarungan kepentingan dalam pemerintahan merupakan masalah yang sebenarnya sudah pernah dialami negara ini pada masa demokrasi terpimpin. Dewan konstituante gagal dalam menyusun UUD yang baru karena banyak kontroversi dan tarik ulur kepentingan sehingga Presiden terpaksa membubarkan konstituante. Jika keadaannya demikian maka sistem kepartaian kita berubah dari sistem multi partai menjadi sistem multi partai terbatas seperti yang dikemukakan oleh Syamsudin Haris seorang pakar politk LIPI. Tetapi kemudian pertanyaan yang muncul apakah pemerintah mampu menjalankan pemerintahan dengan baik dengan adanya sistem kepartaian yang multi partai terbatas. Atau ini hanya siasat dari eksekutif untuk menguatkan wewenangnya seperti yang pernah dilakukan pada awal pemerintahan orde baru. Jika yang terakhir yang dimaksud, maka sudah seharusnya kita menolaknya. Namun semuanya itu akan kambali pada komitmen kita bersama untuk membangun negara Indonesia ini. Jika komitmen kita sungguh-sungguh, maka tak ada bedanya antara sistem multi partai maupun multi partai terbatas.
Syarat Pendidikan
Masalah persyaratan capres dan cawapres harus berijasah S-1, itu sangat baik untuk meningkatkan kapabilitas pemimpin negeri ini bila perlu jangan hanya pada capres atau cawapres saja tetapi juga bila perlu bagi anggota dewan dan juga kepala daerah. Tetapi permasalahan yang selama ini terjadi adalah manipulasi. Berapa banyak kasus ijasah palsu di kalangan anggota dewan dan kepala daerah. Jika hal ini yang akan terus terjadi, apalah artinya syarat gelar tersebut. Banyak orang yang tanpa mengenyam bangku kuliah atau tak bergelar sarjana lebih layak dan lebih mampu dibandingkan orang yang bergelar sarjana tapi asal lulus dan dapat ijasah. Apakah dengan pendidikan sarjana dengan ditunjukkan dengan ijasah itu sudah memenuhi standar kualitas ?. Sebab saat ini gelar dan ijasah sangat mudah didapat bahkan dari Perguruan Tinggi Negeri. Masalah ini perlu dipikirkan dan dipertimbangkan kembali.Sebagai orang yang cinta pada negeri ini sebaiknya kita tumbuhkan komitmen disertai tindakan konkrit kita untuk benar-benar ingin membangun negara. Sebab dengan dasar komitmen ini segala persoalan akan mudah diselesaikan. Semoga saja.
Masalah yang lain adalah harus adanya deposit dana sebesar 5 miliar bagi pambentukan Parpol. Ini sangat tidak realistis bagi sebuah Partai baru terlebih bagi yang akan lahir. Apalagi sayarat untuk lolos Pemilu 2014 yang mengharuskan deposit dana 10 miliar. Dari mana dana sebesar itu bagi partai yang baru lahir. Mungkin pada dasarnya pemerintah bermaksud untuk menekan angka kecurangan dalam proses Pemilu maupun untuk menekan angka korupsi di kalangan pemerintahan. Baik legislatif, maupun eksekutif. Dana sebesar itu diperuntukkan dalam proses Pemilu. Sehingga kelak ketika calon dari Parpol tersebut terpilih tidak melakukan tindak korupsi dengan alasan untuk menutupi biaya yang dikeluarkan Parpol maupun pribadi selama kampanye.
Jika alasan semua ini dimaksudkan untuk menstabilkan jalannya roda pemerintahan yang selama ini dirasa kurang mendukung terciptanya pemerintahan yang stabil hal itu bisa dibenarkan. Dengan hadirnya banyak partai, kinerja pemerintah seolah terhambat karena begitu banyaknya friksi dalam tubuh pemerintah sendiri. Sehingga itu berdampak pemerintah tidak dapat mengambil kebijakan dengan cepat terkait dengan masalah yang sedang terjadi dan yang sangat membutuhkan penanganan dengan cepat.
Begitu banyaknya pertarungan kepentingan dalam pemerintahan merupakan masalah yang sebenarnya sudah pernah dialami negara ini pada masa demokrasi terpimpin. Dewan konstituante gagal dalam menyusun UUD yang baru karena banyak kontroversi dan tarik ulur kepentingan sehingga Presiden terpaksa membubarkan konstituante. Jika keadaannya demikian maka sistem kepartaian kita berubah dari sistem multi partai menjadi sistem multi partai terbatas seperti yang dikemukakan oleh Syamsudin Haris seorang pakar politk LIPI. Tetapi kemudian pertanyaan yang muncul apakah pemerintah mampu menjalankan pemerintahan dengan baik dengan adanya sistem kepartaian yang multi partai terbatas. Atau ini hanya siasat dari eksekutif untuk menguatkan wewenangnya seperti yang pernah dilakukan pada awal pemerintahan orde baru. Jika yang terakhir yang dimaksud, maka sudah seharusnya kita menolaknya. Namun semuanya itu akan kambali pada komitmen kita bersama untuk membangun negara Indonesia ini. Jika komitmen kita sungguh-sungguh, maka tak ada bedanya antara sistem multi partai maupun multi partai terbatas.
Syarat Pendidikan
Masalah persyaratan capres dan cawapres harus berijasah S-1, itu sangat baik untuk meningkatkan kapabilitas pemimpin negeri ini bila perlu jangan hanya pada capres atau cawapres saja tetapi juga bila perlu bagi anggota dewan dan juga kepala daerah. Tetapi permasalahan yang selama ini terjadi adalah manipulasi. Berapa banyak kasus ijasah palsu di kalangan anggota dewan dan kepala daerah. Jika hal ini yang akan terus terjadi, apalah artinya syarat gelar tersebut. Banyak orang yang tanpa mengenyam bangku kuliah atau tak bergelar sarjana lebih layak dan lebih mampu dibandingkan orang yang bergelar sarjana tapi asal lulus dan dapat ijasah. Apakah dengan pendidikan sarjana dengan ditunjukkan dengan ijasah itu sudah memenuhi standar kualitas ?. Sebab saat ini gelar dan ijasah sangat mudah didapat bahkan dari Perguruan Tinggi Negeri. Masalah ini perlu dipikirkan dan dipertimbangkan kembali.Sebagai orang yang cinta pada negeri ini sebaiknya kita tumbuhkan komitmen disertai tindakan konkrit kita untuk benar-benar ingin membangun negara. Sebab dengan dasar komitmen ini segala persoalan akan mudah diselesaikan. Semoga saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar